Sabtu, 18 Januari 2014

CINTA RASULULLAH

Cinta rasul
"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya (QS. 33:56)
Pada suatu hari, orang Arab pedalaman bertanya kepada Nabi SAW tentang hari kiamat. "Kapan datang hari kiamat?" tanyanya. Lalu, beliau balik bertanya, "Apa yang sudah kamu persiapkan untuk menyambut  kedatangannya?" Lalu, orang tersebut berkata, "Tidak ada persiapan apa-apa, selain aku cinta Allah dan rasul-Nya." Nabi SAW bersabda, "Anta ma`a man ahbabta   
أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ

Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai (di akhirat kelak).”(HR Bukhari dari Anas).

Hadis ini, menurut al-Nawawi, pengarang Syarh Shahih Muslim, menerangkan keutamaan cinta kepada Allah dan rasul-Nya serta juga cinta kepada penggiat kebaikan dan orang-orang yang selalu melakukan kebaikan.
Cinta itu sendiri, menurut banyak pakar, menunjuk pada suatu kehendak dan kecenderungan jiwa yang kuat kepada sesuatu. Kecenderungan ini timbul karena faktor-faktor kesenangan, kemanfaatan, dan keutamaan. Cinta kepada Allah dan rasul-Nya timbul karena ketiga faktor ini.
Cinta sebagai komitmen jiwa dengan sendirinya menuntut pikiran, perhatian, dan tindakan sekaligus. Oleh karena itu, cinta kepada rasul harus dibuktikan sekurang-kurangnya melalui empat hal yaitu:
Pertama, al-Ittiba` wa al-iqtida. Bahwa kita harus senantiasa mengikuti ajaran dan petunjuk (sunnah)-nya serta mewujudkan dan menghidupkannya sepanjang masa.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا
Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu : para nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. Al-Nisa’: 69)

Memang setiap orang berhak untuk mengklaim dirinya sebagai pencinta Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, namun klaim tersebut tidak akan bermanfaat  jika tidak dibuktikan dengan ittiba’ (mengikuti sunnahnya), taat dan berpegang teguh pada petunjuknya. Karena berittiba' kepada beliau merupakan tuntutan dari keyakinan bahwa beliau adalah utusan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Beliau dijadikan sebagai suri teladan yang harus ditiru, dicontoh, dan diikuti dalam perjalanan untuk ke surga.
Allah Ta'ala berfirman,
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat (QS. al-Ahzab: 21

Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan agar mengambil setiap yang beliau  berikan dari urusan dien ini dan meningalkan apa yang beliau larang.
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah." (QS. Al-Hasyr: 7)
Sehingga seorang pecinta Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam akan membenarkan setiap yang beliau beritakan, mentaati apa yang beliau perintahkan, meninggalkan apa yang beliau larang, dan beribadah kepada Allah sesuai dengan yang disyariatkannya.
Allah Ta'ala berfirman, 
"Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Ali Imran: 31)
Kedua, al-Sam`ah wa al-Tha`ah. Bahwa kita harus senantiasa mendengar dan patuh kepadanya. Hal ini karena cinta menuntut kepatuhan, seperti terbaca dengan jelas dalam syair al-Rawwaq. "Kau durhaka meski kau menyatakan cinta. Itu pasti bukan cinta, tapi dusta. Kalaulah cintamu itu sejati, pastilah kau patuh karena orang yang cinta selalu mengikuti kemauan orang yang dicinta."
Ketiga, al-Ittishal wa al-qurb. Bahwa kita harus senantiasa berusaha mendekat dan membangun hubungan yang kuat dengannya. Setiap orang yang cinta pasti tak ingin lepas dan berpisah dari kekasihnya. Inilah bahasa dan logika cinta.
Keempat, al-Dzikr wa al-tadzakkur. Bahwa kita harus senantiasa ingat kepadanya dan berusaha menghadirkan dirinya dalam ingatan dan kesadaran. Dalam adagium Arab, terdapat ungkapan, "Siapa orang yang mencintai sesuatu, ia akan selalu mengingat dan menyebut-nyebutnya selalu."


Tidak ada komentar:

Posting Komentar