Cinta rasul
"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat
untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya (QS. 33:56)
Pada suatu hari, orang Arab pedalaman bertanya
kepada Nabi SAW tentang hari kiamat. "Kapan datang hari kiamat?"
tanyanya. Lalu, beliau balik bertanya, "Apa yang sudah kamu persiapkan
untuk menyambut kedatangannya?" Lalu, orang tersebut berkata,
"Tidak ada persiapan apa-apa, selain aku cinta Allah dan rasul-Nya."
Nabi SAW bersabda, "Anta ma`a man ahbabta
أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
“Engkau akan bersama
dengan orang yang engkau cintai (di akhirat kelak).”(HR Bukhari dari Anas).
Hadis ini, menurut
al-Nawawi, pengarang Syarh Shahih Muslim, menerangkan keutamaan cinta kepada
Allah dan rasul-Nya serta juga cinta kepada penggiat kebaikan dan orang-orang
yang selalu melakukan kebaikan.
Cinta itu sendiri, menurut banyak pakar,
menunjuk pada suatu kehendak dan kecenderungan jiwa yang kuat kepada sesuatu.
Kecenderungan ini timbul karena faktor-faktor kesenangan, kemanfaatan, dan
keutamaan. Cinta kepada Allah dan rasul-Nya timbul karena ketiga faktor ini.
Cinta sebagai komitmen jiwa dengan sendirinya
menuntut pikiran, perhatian, dan tindakan sekaligus. Oleh karena itu, cinta
kepada rasul harus dibuktikan sekurang-kurangnya melalui empat hal yaitu:
Pertama, al-Ittiba` wa al-iqtida. Bahwa kita harus senantiasa mengikuti ajaran
dan petunjuk (sunnah)-nya serta mewujudkan dan menghidupkannya sepanjang masa.
Allah Subhanahu
Wa Ta'ala berfirman,
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ
أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ
وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا
“Dan barangsiapa yang
mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang
yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu : para nabi, para shiddiiqiin,
orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. dan mereka Itulah teman
yang sebaik-baiknya.” (QS. Al-Nisa’: 69)
Memang setiap orang berhak untuk mengklaim dirinya sebagai
pencinta Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, namun klaim tersebut
tidak akan bermanfaat jika tidak
dibuktikan dengan ittiba’ (mengikuti sunnahnya), taat dan berpegang teguh pada
petunjuknya. Karena berittiba' kepada beliau merupakan tuntutan dari keyakinan
bahwa beliau adalah utusan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Beliau
dijadikan sebagai suri teladan yang harus ditiru, dicontoh, dan diikuti dalam
perjalanan untuk ke surga.
Allah Ta'ala berfirman,
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat (QS. al-Ahzab: 21
Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan agar
mengambil setiap yang beliau berikan dari urusan dien ini dan
meningalkan apa yang beliau larang.
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan
apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah." (QS. Al-Hasyr: 7)
Sehingga seorang pecinta Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam akan
membenarkan setiap yang beliau beritakan, mentaati apa yang beliau perintahkan,
meninggalkan apa yang beliau larang, dan beribadah kepada Allah sesuai dengan
yang disyariatkannya.
Allah Ta'ala berfirman,
"Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai
Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu."
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Ali Imran: 31)
Kedua, al-Sam`ah wa al-Tha`ah. Bahwa kita harus senantiasa
mendengar dan patuh kepadanya. Hal ini karena cinta menuntut kepatuhan, seperti
terbaca dengan jelas dalam syair al-Rawwaq. "Kau durhaka meski kau
menyatakan cinta. Itu pasti bukan cinta, tapi dusta. Kalaulah cintamu itu
sejati, pastilah kau patuh karena orang yang cinta selalu mengikuti kemauan
orang yang dicinta."
Ketiga, al-Ittishal wa al-qurb. Bahwa kita harus
senantiasa berusaha mendekat dan membangun hubungan yang kuat dengannya. Setiap
orang yang cinta pasti tak ingin lepas dan berpisah dari kekasihnya. Inilah
bahasa dan logika cinta.
Keempat, al-Dzikr wa al-tadzakkur. Bahwa kita harus senantiasa
ingat kepadanya dan berusaha menghadirkan dirinya dalam ingatan dan kesadaran.
Dalam adagium Arab, terdapat ungkapan, "Siapa orang yang mencintai
sesuatu, ia akan selalu mengingat dan menyebut-nyebutnya selalu."